Kamis, 16 April 2009

SUKU ANAK DALAM

Suku Anak Dalam Tak Nikmati Kemerdekaan
http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-17-Agustus-2008-Suku-Anak-Dalam-Tak-Nikmati-Kemerdekaan

/Minggu, 17 Agustus 2008 | 17:20 WIB
JAMBI, MINGGU - Bagi warga Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten
Merangin, Jambi, kemerdekaan justru telah direnggut dari mereka.
Mereka kini terusir dari hutan warisan nenek moyang, yang kini telah
berubah menjadi perkebunan sawit.

"Wilayah yang kami percaya sebagai tanah nenek moyang, sudah berubah
menjadi kebun sawit sejak sepuluh tahun lalu. Sedangkan kami sering
diusir pekerja perkebunan bila hendak membangun pondok-pondok kecil,"
tutur Sekar, Sabtu.

Ketika ditanya soal Hari Kemerdekaan RI, ia pun tidak mengetahui. "17
Agustus? Hari pemilihan ya? Kami tidak tahu kalau itu hari
kemerdekaan," ujar Sekar. Saat ditanya, ia hanya dapat menebak 17
Agustus adalah hari pemilihan kepala daerah setempat. Gembar gembor
pilkada belakangan ini memang jauh lebih terdengar.

Budaya SAD yang menggantungkan hidup pada hasil hutan juga mulai
berubah seiring perubahan fungsi hutan. Mereka tidak bisa lagi
mencari getah damar atau buah jernang untuk dijual. Hewan buruan pun
makin langka.

Satu-satunya cara untuk bertahan hidup saat ini adalah berburu babi
hutan. Para lelaki SAD dengan menggunakan celepek atau senapan
rakitan menyebar berburu babi hutan hingga ke pelosok. Hewan buruan
ini dijual dengan harga Rp 2.500 per kilogram. Satu ekor babi hutan
beratnya berkisar lima kilogram.

"Babi hutan sekarang semakin susah. Satu hari bisa dapat seekor,
tetapi sering juga berhari-hari tidak dapat. Satu bulan paling dapat
lima atau enam ekor," ujar Sekar. Isi perut babi hutan diambil untuk
dimakan, sedangkan dagingnya dijual. Uang hasil penjualan babi hutan
ini digunakan untuk membeli beras, rokok, dan keperluan kelompok yang
beranggotakan 20-an orang.

Minimnya pendapatan membuat kelompok Sekar hanya makan seadanya.
Juminah, seorang warga SAD lainnya, hari itu memasak nasi yang
dicampur garam sebagai makanan bagi kedua anaknya. Menurut Juminah,
lauk hanya bisa dibeli kalau ada uang lebih saja .

Manajer Program Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudi Syaf
mengatakan saat ini setidaknya 400 warga SAD telah keluar dari hutan,
dan hidup berkelompok di sepanjang jalur lintas Sumatera. Ada yang
diupah tauke (pemodal) untuk mencari labi-labi dan babi, ada juga
yang turun ke jalan jadi pengemis.

Tidak ada komentar: