Selasa, 21 Juli 2009

Motif 'Bom Marriott 2'

20/07/2009 - 06:16

Empat Motif 'Bom Marriott 2'

Indonesia berduka. Teror bom kembali membangunkan kita dari mimpi setelah lima tahun keadaan aman. Marilah kita coba cermati motif - motif apa sajakah yang mungkin melatar belakangi pelaku untuk melakukan pengeboman.
Motif ideologis. Motif yang berlandaskan agama dan akan langsung mengarah pada sosok Nurdin M. Top dan Kelompok Jama'ah Islamiyah (KJI). Hal ini dikuatkan pada metode bom bunuh diri dan 'katanya' serpihan bom identik dengan hasil pengrebegan di Cilacap.

Selain itu dimungkinkan anggota-anggota KJI berupaya membalas dendam atas matinya trio Bom Bali yang telah dihukum mati, tewasnya Dr Azahari di Batu, Malang, dan merupakan aksi untuk menunjukkan masih eksisnya jaringan mereka.
Namun pertanyaannya adalah bagaimana KJI dapat dengan mudah mengumpulkan bahan peledak pada saat pengaturan
dan pengawasan terhadap bahan peledak dan bahan kimia sangat ketat?
Selain itu disangsikan mereka memiliki kemampuan menyusup kepada obyek vital yang melakukan screening berlipat dan kebiasaan mereka untuk melakukan pengeboman dari luar obyek seperti Bom Bali,
Bom Mariot 1, dan Bom Kedubes Australia, yang semuanya dilakukan dari luar gedung.
Jika pun memang mereka yang menjadi pelaku, tentulah ada akses dari oknum tertentu, sehingga mereka mudah mendapatkan bahan peledak dan latihan dari pihak terlatih, sehingga dapat dengan mudah melakukan penyusupan kepada obyek vital dengan penjagaan ektra ketat.
Motif ekonomi. Motif ini didasari kepada sasaran pengeboman itu sendiri. Seperti berita terakhir yang telah dikonfirmasi bahwa peledakan di JW Marriott dilakukan di JW Lounge dan bukan di Restaurant Syailendra di mana pada saat itu sedang ada Breakfast Meeting yang dihadiri 15 top executive perusahaan asing. Hal ini didukung dengan tertembaknya pekerja asing di Freeport beberapa hari sebelumnya.
Motif ini bisa murni persaingan bisnis local-asing yang dimungkinkan untuk menggeser peran perusahaan-perusahaan tersebut di Indonesia atau adanya pihak lokal yang tidak suka dengan keberadaan perusahaan asing yang sudah puluhan tahun di Indonesia tapi dianggap tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.
Motif politik. Motif ini sekarang menjadi ramai terkait pasemon SBY yang seolah mengarah kepada sosok atau pihak tertentu pada saat konferensi pers hari Jumat pecan lalu. Perlu dicermati bahwa yang dilakukan SBY hanyalah upaya preventif, agar kondisi Indonesia tidak semakin terpuruk pasca bom Marriott 2 dengan adanya aksi-aksi anarkis destruktif untuk menggagalkan proses demokrasi seperti: pendudukan paksa KPU, demonstrasi, dan upaya menggagalkan pelantikan.
Hal itu wajar karena sebagai presiden tentunya berkewajiban untuk melakukan segala hal yang mungkin untuk keamanan bangsa dan jangan
Dianggap seolah karena ia adalah capres yang ingin mengamankan kepentingannya. Pelaku motif ini memang bisa saja pihak yang kecewa dengan hasil pilpres atau bisa juga pihak ketiga yang menunggangi situasi karut marut pilpres untuk kepentingannya.
Pihak ketiga ini bisa dari komponen lokal yang merupakan representasi masa lalu atau bisa juga pihak luar yang ingin menggoncang ekonomi Indonesia yang mulai bangkit agar negara mereka diuntungkan.
Motif pribadi berbungkus nasionalisme. Motif ini didasari pada peristiwa pembunuhan Nasrudin yang sempat diberitakan bahwa pelaku mengaku diperintah untuk membunuh, karena Nasrudin dianggap orang yang berbahaya bagi negara dan ingin mengacaukan pemilu. Sehingga pelaku dibangkitkan rasa nasionalismenya, walau dengan imbalan, untuk berbuat bagi negara dengan menghilangkan nyawa Nasrudin.
Dari sinilah bisa saja ada perorangan yang menggunakan metode yang sama untuk menghilangkan top executive perusahaan asing yang dianggap mengeruk hasil alam Indonesia. Tujuannya adalah agar perusahaan-perusahaan asing hengkang dari indonesia dan orang tersebut dapat menikmati hasilnya.
Entah motif apa yang nanti akan terkuak dan dimungkinkan adanya motif lain di luar keempat motif d iatas. Kita harapkan polisi bisa profesional dan independen dalam mengusut kasus biadab ini. Profesional berarti polisi bekerja berdasarkan data dan fakta serta jaringan pelaku, bukan langsung menuduh pihak tertentu tanpa bukti yang kuat.
Independen berati polisi bekerja tanpa tekanan pihak tertentu baik lokal maupun asing untuk kepentingannya, apakah secara politis maupun ideologis. Kita yakin Polri memiliki kompetensi yang cukup untuk mengungkap dengan cepat dan tepat.
Agus Suryanto
gus_sur79@yahoo.com


http://www.inilah.com/berita/citizen-journalism/2009/07/20/130289/empat-motif-bom-marriott-2/

Tidak ada komentar: